Geofact #4 - Mortal Combat: SIG VS DBD?
Halo, Geografi! Kasus Demam Berdarah Dengue, alias DBD, kembali marak terjadi di Indonesia belakangan ini. Tapi tenang, kita bisa, kok, mengatasi ini, apalagi dengan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG)! Tapi, kira-kira, bagaimana cara kerja SIG? Kok, bisa SIG lawan DBD? Apa SIG bisa menjadi senjata ampuh untuk mengatasi penyebaran DBD? Kalau kalian penasaran, yuk, lihat infografis ini untuk mengetahui bagaimana SIG bisa membantu dalam pertarungan melawan DBD. Ready? Start!
GEOFACT


Infografis DBD Minggu ke 12 Tahun 2024. Sc: Kemenkes Ditjen P2P
Teman-teman pastinya sudah tahu, kan, kalau kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) belakangan ini marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia? (Kementrian Kesehatan RI, 2024). Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar di Indonesia. Dengan penyebaran yang luas dan risiko kematian yang tinggi, pengendalian DBD menjadi salah satu prioritas nasional. Tapi di tengah kekhawatiran ini, ada teknologi yang bisa kita manfaatkan untuk membantu mengendalikan dan memetakan penyebaran DBD, yang tentunya sudah tidak asing lagi bagi teman-teman, nih. Yup, ia adalah Sistem Informasi Geografis atau SIG!
Yuk, kita bahas lebih dalam tentang teknologi ini, dan bagaimana penggunaannya bisa membantu dalam penanganan DBD!
Apa sih, SIG Itu?
Jadi, SIG adalah sistem yang bisa membuat, mengelola, menganalisis, dan memvisualisasikan semua jenis data yang berhubungan sama lokasi geografis (Esri, 2024). Nah, karena itu, dengan informasi-informasi geografis ini, SIG dapat mendukung pengambilan keputusan spasial, seperti dalam penanganan bencana atau bahkan penyakit.
Dari sini sudah jelas, kan, kalau SIG bisa dikaitkan dengan penanganan DBD? Secara teori saja, SIG bisa menggabungkan informasi-informasi keruangan yang jadi faktor-faktor penyebab DBD, lalu data tersebut bisa dipakai pihak yang berwenang buat ngambil langkah pencegahan dan penanganan selanjutnya. Keren banget, kan?


Cara Kerja Sistem Informasi Geografis. Sc: Maptitude
Bayangin, lagi asik-asiknya menikmati hari, tiba-tiba demam tinggi, badan menggigil, dan ada ruam merah di kulit: bisa jadi itu tanda-tanda DBD alias Demam Berdarah Dengue (Mahmud, R., 2020). Siapa, sih yang nggak takut terkena penyakit yang satu ini? Apalagi kalau lagi musim hujan, nyamuk Aedes aegypti pasti semakin rajin beraksi (Kusumawati et al., 2007). Nah, di sinilah pentingnya SIG dalam penanganan DBD. SIG dapat masuk dalam penanganan DBD untuk keperluan-keperluan berikut ini:


Dengan SIG, kita bisa memantau perkembangan kasus DBD secara real-time (Javaid et al., 2023). Data dari berbagai instansi, rumah sakit, dan puskesmas (Mahfudhoh, 2015) bisa dikumpulkan dan dimasukkan ke sistem, lalu dianalisis untuk melihat tren penyebarannya. Dengan begitu, kita bisa tahu daerah mana yang kemungkinan akan ada peningkatan kasus nantinya (Ganinov & Huda, 2019).


SIG memungkinkan kita menggabungkan data geografis dengan berbagai faktor risiko, seperti curah hujan, kepadatan penduduk, kondisi sanitasi, dan lain-lain (Javaid et al., 2023). Dengan cara ini, kita bisa tahu faktor apa saja yang paling berpengaruh terhadap penyebaran DBD di suatu wilayah, agar langkah pencegahannya lebih tepat sasaran. Misalnya, kalau kita tahu daerah dengan sanitasi buruk lebih rentan terkena DBD, kita bisa fokus buat meningkatkan sanitasi di daerah tersebut. Kan, betapa keren dan bergunanya SIG dalam mengendalikan penyebaran DBD!
Setelah melihat teorinya, coba kita lihat praktiknya! Ternyata SIG pernah menjadi solusi dalam menetapkan rencana pencegahan dan pengendalian kasus DBD di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, loh! Pada tahun 2019, terdapat peningkatan kasus DBD di Indonesia, termasuk di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dimana terjadi lonjakan kasus sebanyak 367 kasus. Di sini, SIG menampilkan sebaran data kasus DBD di setiap wilayah, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kasus DBD di Kabupaten Sidoarjo tahun 2019 (Putra, 2023).


Sc: Sistem Informasi Geografis pada Kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2019. Jurnal Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 367–373
Karena itu, muncul penelitian yang berjudul Sistem Informasi Geografis pada Kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2019. Ternyata, penelitian yang menggunakan SIG ini menunjukkan bahwa kepadatan penduduk, sumber air minum yang bersih dan cukup, jumlah tempat umum yang sehat, dan bahkan akses ke jamban ternyata dapat menjadi faktor risiko kasus DBD! (Putra, 2023). Penelitian ini kemudian melakukan analisa statistik dan SIG untuk menentukan faktor yang mana di antara mereka yang paling berpengaruh.
SIG bisa mendapatkan data dari berbagai sumber. Ia bisa mendapat data dari lapangan, atau bahkan dari jauh, seperti melalui satelit atau sensor. Data satelit, misalnya, bisa memberikan informasi tentang kondisi lingkungan, seperti ketinggian wilayah, kelembapan tanah, dan curah hujan. Data sensor bisa digunakan untuk memantau suhu dan kelembaban udara, (Hasyim, 2009) yang merupakan faktor penting dalam penyebaran nyamuk Aedes aegypti. Tetapi, data lapangan yang dikumpulkan oleh petugas kesehatan juga sangat penting. Data ini bisa berupa laporan kasus DBD, survei jentik nyamuk di tiap rumah, kondisi sanitasi, dan perilaku masyarakat (Ruhmawati, 2017).
Setelah datanya terkumpul, SIG akan mengolah data tersebut dan memetakannya dalam bentuk peta. Peta ini kemudian bisa dianalisis untuk melihat pola dan tren penyebaran DBD. Dalam kasus Sidoarjo, misalnya, kita bisa melihat kecamatan mana saja yang mengalami peningkatan kasus DBD selama beberapa bulan terakhir, dan faktor apa saja yang berkontribusi terhadap peningkatan tersebut.
Ternyata, jumlah kasus DBD di Sidoarjo tidak dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, tetapi ternyata, faktor yang paling berpengaruh adalah sumber air minum yang dimiliki oleh warga setempat, di mana semakin baik sumber air minumnya, maka semakin sedikit jumlah kasusnya. Makanya, Kecamatan-kecamatan yang sumber air minumnya baik, seperti kecamatan Sedati dan Waru, memiliki jumlah kasus yang jauh lebih sedikit (Putra, 2023)!
Lalu, hal ini bisa kita olah ke suatu peta interaktif yang mudah dipahami masyarakat umum, agar masyarakat paham daerah mana saja yang rentan terhadap DBD. Selain itu, kita semua juga semakin tahu faktor apa yang masih menjadi PR dan perlu diperbaiki. Misalnya, kita bisa membuat peta yang menunjukkan daerah dengan sumber air minum yang belum memenuhi standar kebersihan dan memberikan tips tentang cara menjaga kebersihan lingkungan untuk mencegah penyebaran DBD, dan pada akhirnya, SIG dapat mengedukasi betapa pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan!








Sc: Sistem Informasi Geografis pada Kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2019. Jurnal Media Gizi Kesmas, Vol. 12, No. 1, Juni 2023: 367–373
Ke depannya, penggunaan SIG dalam penanganan DBD dan penyakit lain akan semakin penting. Seiring perkembangan teknologi, SIG akan menjadi lebih canggih dan detail (Santoso, 2015). Serta, dengan teknologi mobile dan internet, SIG bisa diakses dengan lebih mudah oleh pemerintah, lembaga kesehatan, hingga masyarakat umum (Erkamim et al., 2023). Selain itu, SIG bisa digunakan untuk pemantauan real-time,(Erkamim et al., 2023) membuat kita bisa memantau perkembangan kasus DBD secara langsung, dan mengambil tindakan pencegahan dengan lebih cepat, seperti ketika ada peningkatan kasus DBD di suatu daerah, kita bisa segera melakukan fogging dan pembagian obat pembunuh jentik (Syamsir, 2019) di daerah tersebut untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.
Sama halnya dengan penyakit lain, seperti Covid-19. Pada 2020, pemerintah Indonesia membuat situs resmi https://covid19.go.id/ (Kementrian Komunikasi dan Informatika, 2020). Situs tersebut telah memanfaatkan teknologi SIG, yakni berupa peta sebaran kasus Covid-19 di seluruh Indonesia; bahkan, hampir setiap provinsi yang ada di Indonesia telah membuat situs resmi masing-masing terkait perkembangan kasus Covid-19. Teknologi ini sangat berguna dalam memantau perkembangan penyebaran kasus Covid-19 yang berlangsung sangat cepat (Putri et al., 2022).
Jadi, jelas, kan, seberapa hebatnya teknologi SIG dalam penanganan kasus DBD? Penggunaan SIG dalam penanganan DBD merupakan langkah inovatif yang bisa membantu mengendalikan penyebaran penyakit DBD dan penyakit lain juga dengan lebih efektif.
SIG adalah alat yang sangat powerful dalam penanganan DBD karena bisa memberi data yang detail, real-time, dan bisa diakses oleh banyak pihak. Dengan SIG kita bisa tahu pola persebaran nyamuk Aedes aegypti secara cepat, jadi tidak perlu lagi menebak-nebak. Kalau kita tahu daerah rawannya, kita bisa langsung ambil tindakan pencegahan seperti fogging dan pemberantasan sarang nyamuk dengan lebih efektif. Nggak cuma itu, SIG juga membuat semua pihak, mulai dari petugas kesehatan sampai masyarakat umum, bisa ikut andil dalam memantau dan melaporkan kasus DBD. Dengan SIG, kita bisa selalu menjadi satu langkah lebih maju dari DBD, dan bikin penyebaran DBD jadi nggak seluas itu. So, SIG atau DBD? Choose your fighter!
DBD Kembali Menghantui
Kenapa SIG Penting untuk Penanganan DBD?
Pemantauan dan Prediksi
Identifikasi Faktor dan Resiko




DBD di Indonesia Tahun 2019
Bagaimana SIG Mengumpulkan Data?
SIG sebagai Pahlawan
SIG dan Masa Depan Penanganan DBD
Finish Him!


Referensi
Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI, “Penyakit tak Libur Saat Libur Lebaran, Waspadai Demam Berdarah dan HFMD,” Sehatnegeriku.Kemkes.Go.Id, April 9, 2024, accessed May 28, 2024, https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20240409/2345270/penyakit-tak-libur-saat-libur-lebaran-waspadai-demam-berdarah-dan-hfmd/.
“What is GIS?” (Esri), accessed May 29, 2024, https://www.esri.com/en-us/what-is-gis/overview.
Ratna Mahmud, “Penerapan Asuhan Keperawatan Demam Berdarah Dengue dalam Pemenuhan Kebutuhan Termoregulasi,” Sandi Husada : Jurnal Ilmiah Kesehatan/Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada 12, no. 2 (December 31, 2020): 1023–28, https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.460.
Yuli Kusumawati et al., “UPAYA PEMBERANTASAN NYAMUK AEDES AEGYPTI DENGAN PENGASAPAN (FOGGING) DALAM RANGKA MENCEGAH PENINGKATAN KASUS DEMAM BERDARAH,” Warta LPM 10, no. 1 (March 1, 2007), https://doi.org/10.23917/warta.v10i1.3222.
Momna Javaid et al., “WebGIS-Based Real-Time Surveillance and Response System for Vector-Borne Infectious Diseases,” International Journal of Environmental Research and Public Health/International Journal of Environmental Research and Public Health 20, no. 4 (February 20, 2023): 3740, https://doi.org/10.3390/ijerph20043740.
Binti Mahfudhoh, “The Components of Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) Surveillance System in Health Department of Kediri City,” Jurnal Berkala Epidemiologi/Jurnal Berkala Epidemiologi 3, no. 1 (January 1, 2015): 95, https://doi.org/10.20473/jbe.v3i12015.95-108.
Ivan Tinarbudi Ganinov and Syaiful Huda, “PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT LEPTOSPIROSIS,” Wawasan Kesehatan : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan/Wawasan Kesehatan 5, no. 2 (February 3, 2019), https://doi.org/10.33485/jiik-wk.v5i2.143.
Javaid et al., “WebGIS-Based Real-Time Surveillance and Response System for Vector-Borne Infectious Diseases.”
Rafdi Ghazi Iriyanto Putra, “Sistem Informasi Geografis pada Kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2019,” Media Gizi Kesmas 12, no. 1 (June 28, 2023): 367–73, https://doi.org/10.20473/mgk.v12i1.2023.367-373.
Putra, “Sistem Informasi Geografis Pada Kasus Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2019.”
Hamzah Hasyim, “ANALISIS SPASIAL DEMAM BERDARAH DENGUE DI PROVINSI SUMATERA SELATAN,” Jurnal Pembangunan Manusia Vol.9 №3 (2009), https://ejournal.sumselprov.go.id/pptk/article/view/177.
Tati Ruhmawati, Dwi Tjhajani P., and Agus Muslih, “Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk,” Jurnal Riset Kesehatan Vol 9 No 2 (2017), https://juriskes.com/index.php/jrk/article/view/61/43.
Putra, “Sistem Informasi Geografis Pada Kasus Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2019.”
Santoso, Iwan Sutardi Budi. (2015). Urgensi Penyelenggaraan Data Spasial. https://bappeda.jogjaprov.go.id/artikel/detail/75-urgensi-penyelenggaraan-data-spasial
Moh. Erkamim et al., SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) : Teori Komprehensif SIG (PT. Green Pustaka Indonesia, 2023)
Erkamim et al., SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) : Teori Komprehensif SIG.
Syamsir Syamsir, “ANALISIS SPASIAL EFEKTIVITAS FOGGING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAKROMAN, KOTA SAMARINDA” 1, no. 2 (January 1, 2019), http://journal-old.unhas.ac.id/index.php/jnik/article/download/5996/3316.
Pemerintah Luncurkan Situs Resmi Covid-19. (2020, March 18). Kementerian Komunikasi dan Informatika. Retrieved June 13, 2024, from https://www.kominfo.go.id/content/detail/25170/pemerintah-luncurkan-situs-resmi-covid-19/0/berita
Annisa Putri, Mangapul Parlindungan Tambunan, and Rudy Parluhutan Tambunan, “Peta Persebaran Covid-19 berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung,” LaGeografia 20, no. 3 (June 17, 2022): 304, https://doi.org/10.35580/lageografia.v20i3.31437