Geofact #1 - Sistem Informasi Geografis: Apa itu?

Halo, Geografi! Pada debat-debat kemarin, kita mendengar istilah-istilah seperti “Satu Peta Indonesia” dan “Sistem Informasi Geografis” disebut. Sayangnya, mereka tidak dibahas lebih lanjut. Padahal, kedua hal tersebut merupakan salah dua dari teknologi yang dapat mendongkrak kemajuan Indonesia di masa depan dengan kemampuan yang hebat; dari menemukan titik kelaparan hanya melalui satelit, sampai meramal hasil pemilu, loh! Jadi, apa sih Sistem Informasi Geografis dan Satu Peta Indonesia itu?

GEOFACT

Alif Raya Zulkarnaen

2/14/2024

Kalau teman-teman memperhatikan Debat Calon Wakil Presiden kemarin, ada satu program yang disebut berulang kali: Satu Peta atau One Map Policy (StranasPK, 2024). Sebelumnya lagi, pada Debat Calon Presiden Ketiga, ada pertanyaan yang menanyakan bagaimana para Calon Presiden akan menggunakan Sistem Informasi Geografis (Fallahnda & Raditya, 2024). Meski hanya disebut sebentar, sebenarnya dua hal ini merupakan hal yang sangat menarik, dan bisa sangat membantu perkembangan Indonesia, lho!

Sebenarnya Satu Peta dan Sistem Informasi Geografi sangat berkaitan dengan ilmu geografi. Sistem Informasi Geografi atau SIG adalah salah satu dari bidang peminatan dalam ilmu geografi. Ia membahas mengenai bagaimana informasi dan data spasial dapat dimuat dan dimanfaatkan untuk mencari pengetahuan baru. Penasaran, teman-teman?

Sebelumnya, teman-teman, SIG itu apa, sih?

Seorang geograf bernama Paul Longley (2015) berkata, “Hampir semua hal yang terjadi, tentu terjadi di suatu tempat.” Di Indonesia sendiri, banyak fenomena yang terjadi, dari erupsi Gunung Merapi sampai Gempa di Sumedang; karena itu, pengetahuan atau data yang bisa kita ambil dari Indonesia saja pastinya beragam. Itulah yang disebut dengan data spasial: data yang mengandung informasi keruangan.

Sistem Informasi Geografis atau SIG, simpelnya, adalah sistem informasi yang mengandung data spasial tersebut khususnya di muka bumi; makanya, ia disebut “geografis,” atau berhubungan dengan permukaan bumi. Itulah uniknya SIG dibanding sistem informasi lain: ia mengandung data yang memiliki nilai-nilai (atau bahasa kerennya, atribut) keruangan (Longley et al., 2015).

Tentunya, data tesebut gak cuma disimpan, tetapi diolah. Karena data spasial punya atribut keruangan masing-masing, pastinya ada satu informasi dari data tersebut yang spesial (Longley et al., 2015), seperti misalnya, satu data mengandung lokasi terjadinya pembunuhan, atau menunjukkan lokasi gerai es krim. SIG menyimpan, mengolah, dan menggambarkan atau merepresentasikan data tersebut agar bisa bermanfaat bagi manusia (Longley et al., 2015).

Contohnya, One Map Policy tadi: SIG digunakan untuk membuat peta digital seluruh Indonesia (Badan Informasi Geospasial, 2017). Setiap garis, titik, dan bentuk yang ada di Satu Peta mengandung informasi tertentu, seperti misalnya, satu garis membata tanah seseorang dengan tanah orang lain, atau satu titik menggambarkan lokasi satu kantor kecamatan. Tapi, itu baru tahap pertama: tahap selanjutnya adalah mengolah data dalam SIG, seperti misalnya untuk membedakan mana tanah yang memiliki izin yang jelas atau belum.

Paul Longley

Melanjutkan contoh One Map tadi, ternyata ada empat tahap umum dalam pembuatan sistem informasi geografis, yaitu (Longley et al., 2015):

  • Mengumpulkan data dari dunia nyata atau kondisi lapangan (reality) melalui survei lapangan atau penginderaan jauh.

  • Membuat model untuk menyederhanakan reality, biasanya diubah menjadi tiga bentuk: titik, garis, atau area. Contohnya, jalan disederhanakan menjadi garis, lokasi kantor pos menjadi titik, wilayah negara menjadi area.

  • Data yang sudah dikelompokkan kemudian disimpan dalam suatu geodatabase sesuai tujuan dan temanya, seperti batimetri, atau topografi.

  • Data kemudian disajikan dalam bentuk peta. Peta merupakan cara terbaik untuk menyajikan informasi geografis.

Proses Pembuatan SIG (Longley et al., 2015)

Namun, meski peta sudah ada di dunia ini selama berabad-abad, perkembangan dari SIG modern baru muncul pada era Perang Dingin, didorong oleh kebutuhan militer. Karena itu, perkembangan SIG bisa dibabak menjadi tiga era (Longley et al., 2015):

  • Era Inovasi (1963 - 1973): Dasar-dasar SIG berkembang, seperti sistem positioning untuk rudal dan roket, yang kemudian menjadi global positioning system (GPS) dan juga awal dari peluncuran penginderaan jauh seperti LANDSAT-1 pada tahun 1972; Sistem Informasi Geografi berskala nasional pertama juga dikembangkan Kanada (CQIS).

  • Era Komersial (1981 - 1999): Menurunnya harga komputer yang dapat memproses data dengan kuat mendongkrak perkembangan SIG, mengawali perkembangan SIG modern; munculnya perusahaan-perusaahan SIG seperti ESRI, Autodesk, dan MapInfo.

  • Era Keterbukaan dan Open Source (2000 - Sekarang): Perkembangan SIG dibuat terbuka untuk umum, seperti GPS yang dibuka untuk masyarakat publik pada tahun 2000, serta munculnya software open source seperti QGIS.

Sementara itu, kedepannya, SIG bisa membantu kita dalam empat lingkup (Singh et al., 2023):

  • Pemantauan (monitoring): Melalui pengumpulan data selama bertahun-tahun, SIG dapat memantau perubahan yang terjadi di Bumi dari fenomena fisik seperti penggundulan hutan dan kehilangan habitat, sampai fenomena sosial seperti pertumbuhan pemukiman kumuh atau pelaksanaan SDGs (Singh et al., 2023).

  • Perencanaan (planning): SIG bisa membantu analisa keruangan (spatial analysis) untuk membuat perencanaan tata ruang, seperti misalnya dalam perencanaan kota, dimana SIG dapat membantu menunjukkan dampak dari suatu kebijakan terhadap lingkungan (Wegener, 1998).

  • Penilaian (assessment): seperti dalam perencanaan, SIG bisa membantu menilai besar dampak suatu fenomena dalam suatu daerah, seperti mengidentifikasi daerah-daerah di Afrika yang merupakan pusat (hotspot) kelaparan (Liu et al., 2008).

  • Prediksi (assessment): Melalui analisa keruangan juga, SIG dapat membantu membuat model untuk perkembangan suatu kota di masa depan (Kumar et al., 2013) sampai bahkan memprediksi hasil pemilu (Liu et al., 2020).

Empat Aspek Analisa Geospasial (Singh et al., 2023)

Pada akhirnya, SIG adalah model, dan tidak ada model yang 100% benar. Toh, sehebat-hebatnya Google Maps, pasti ada beberapa jalan yang tidak masuk peta atau rute yang salah. SIG adalah alat untuk dimanfaatkan, tetapi jangan sampai kita tergantung kepada SIG untuk melihat dunia, karena SIG hanyalah gambaran dari realita di lapangan. Banyak hal yang masih harus kita teliti secara langsung, seperti perasaan manusia atau fenomena sosial yang kompleks (Agius, 2013).

Selain itu, 85% dari biaya pembuatan SIG habis dalam tahap pengumpulan data (Longley et al., 2015). Survei gak murah, coy: tidak hanya pengumpulan datanya lama dan (kadang) melelahkan, tetapi alat-alatnya juga muahal (Cek EngineeringSupply.com — anda pasti tercengang). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saja mendorong agar ditemukannya cara untuk mengambil data yang banyak dan murah, suatu “revolusi data.” Makanya, sampai kita bisa mendapatkan data dengan banyak dan murah, SIG masih merupakan alat yang mahal.

Intinya, SIG adalah sistem informasi yang mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data geografis. Dengan mengumpulkan data geografis, membuatnya menjadi model yang mudah dicerna dan dikategorikan, dan pada akhirnya, disajikan dalam bentuk peta, manusia dapat memahami kondisi di Bumi dengan lebih mudah. Dengan begitu, SIG merupakan teknologi yang dapat membantu perkembangan tidak hanya Indonesia, tetapi seluruh dunia, melalui empat lingkupnya.

Kalau SIG tidak dibicarakan dengan lebih detil dalam debat-debat pemimpin bangsa ataupun visi-misi mereka, padahal potensinya besar. Memang, pada akhirnya SIG hanyalah alat yang sayangnya cukup mahal; tapi, jangan dicuekin aja. Manfaat dari SIG untuk bangsa kita banyak sekali, dari pemantauan alam tanah air kita, sampai dapat membantu menjaga kestabilan politik kita, lho. SIG adalah salah satu alat masa depan yang bisa memandu perkembangan Indonesia; kalau gak diperhatikan, rugi dong!

One Map Policy? Geospasial? Sistem Informasi?
Apa itu Sistem Informasi Geografis?
Buat Apa Ada Sistem Informasi Geografis?
Tahap-Tahap Pembuatan Sistem Informasi Geografis
Perkembangan SIG - Dulu, Kini dan Masa Depan
Sistem Informasi Geografis: Pandangan ke Depan
Sistem Informasi Geografis: Alat Masa Depan
Sistem Informasi Geografis: Bagaimana Memajukannya?

Referensi

  1. StranasPK. (2024). Disebut di Debat Cawapres, Nih Pencegahan Korupsi di Aksi One Map Policy. Stranas PK — Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Diakses di https://stranaspk.id/publikasi/berita/disebut-di-debat-cawapres-nih-pencegahan-korupsi-di-aksi-one-map-policy

  2. Fallahnda, B., & Raditya, I. N. (7 Januari 2024). Apa Itu Geospasial yang Dimaksud Anies di Debat Capres Ketiga? tirto.id. Diakses di https://tirto.id/apa-itu-geospasial-yang-dikatakan-anies-di-debat-penjelasannya-gUa7

  3. Longley, P. A., Goodchild, M. F., Maguire, D. J., & Rhind, D. W. (2015). Geographic Information Science and Systems. John Wiley & Sons.

  4. Badan Informasi Geospasial. (16 Januari 2017). One Map Policy, Satu Peta untuk Satu Indonesia. BIG. Diakses di https://big.go.id/news/2017/01/16/one-map-policy-satu-peta-untuk-satu-indonesi

  5. Cable. (2 April 2013). One dot, one person: population density maps for Virginia cities | Cooper Center. CooperCenter.org. Diakses di https://www.coopercenter.org/research/one-dot-one-person-population-density-maps-virginia-cities

  6. Singh, V. P., Yadav, S., Yadav, K. K., Perez, G. A. C., Muñoz-Arriola, F., & Yadava, R. N. (2023). Application of Remote Sensing and GIS in Natural Resources and Built Infrastructure Management. Springer Nature.

  7. Wegener, M. (1998). GIS and Spatial Planning. Environment and Planning B: Planning and Design25(7), 48–52. https://doi.org/10.1177/239980839802500709

  8. Liu, J., Fritz, S., van Wesenbeeck, C., Fuchs, M., You, L., Obersteiner, M., & Yang, H. (2008). A spatially explicit assessment of current and future hotspots of hunger in Sub-Saharan Africa in the context of global change. Global and Planetary Change64(3–4), 222–235. https://doi.org/10.1016/j.gloplacha.2008.09.007

  9. Kumar, S., Radhakrishnan, N., & Mathew, S. (2013). Land use change modelling using a Markov model and remote sensing. Geomatics, Natural Hazards and Risk5(2), 145–156. https://doi.org/10.1080/19475705.2013.795502

  10. Liu, R., Yao, X., Guo, C., & Wei, X. (2020). Can We Forecast Presidential Election Using Twitter Data? An Integrative Modelling Approach. Annals of GIS27(1), 43–56. https://doi.org/10.1080/19475683.2020.1829704

  11. Agius, S. J. (2013). Qualitative research: its value and applicability. The Psychiatrist37(6), 204–206. https://doi.org/10.1192/pb.bp.113.042770

  12. Surveying Equipment. (n.d.). EngineerSupply. https://www.engineersupply.com/surveying-equipment.aspx